Sepintas tidak ada yang istimewa di gua batu ini, keunikan baru terlihat
begitu mendekati pintu gua. Beberapa meter dibawah mulut gua terdapat beberapa
bongkahan batu yang berserakan. Sebagian di antaranya terdapat pahatan,
menandakan bahwa tempat ini sudah pernah disentuh manusia. Berbagai corak relief menghiasai dinding luar gua, di
antaranya ada yang berbentuk manusia.

Gua yang terbuat dari
batuan andesit ini menjadikannya kedap air. Tidak ada stalagtit maupun stalagmit yang umum dijumpai pada gua-gua alam.
Terdapat tiga ruangan dalam gua, dari pintu masuk kita akan tiba di ruangan
utama yang tidak begitu lebar dengan sebuah pintu kecil di sisi kiri dan kanan
untuk menuju ruangan lain dari dalam gua.
Di dalam gua ini
banyak sekali dijumpai relief yang menghiasi dinding gua. Diperlukan
penerangan tambahan untuk bisa melihatnya dengan jelas. Saya sendiri
menggunakan sinar lampu dari telepon genggam yang kebetulan bisa difungsikan
sebagai lampu penerangan (senter). Pada dasar lantai banyak sekali ditemukan
bunga-bunga sesajen berwarna merah dan kuning yang masih segar. Suatu pertanda
bahwa tempat ini cukup sering digunakan untuk mengasingkan diri, bertapa atau
tirakat bagi kalangan masyarakat tertentu.
Memasuki ruangan
sebelah kiri dari pintu masuk gua, pengunjung mesti sedikit merangkak
dikarenakan ukuran pintunya yang cukup kecil. Ketika mencoba memasuki ruangan
tersebut, praktis cahaya yang ada semakin minim dikarenakan tidak adanya
penerangan pada ruang tersebut. Ditambah ruangannya yang kecil dengan atap yang
rendah sehingga kesan sempit dan sumpek mendominasi suasana dalam ruangan
tersebut. Sulit kali untuk melihat apa saja yang ada di dalam ruangan tersebut.
Ketika mencoba menelusuri dinding gua dengan penerangan dari telpon genggam,
barulah terlihat bahwa bagian dalam gua tersebut juga memiliki relief-relief
yang senada dengan bagian luar gua.
Berbeda dengan ruang
sebelah kiri gua, pada sisi kanan gua, terdapat relief pada bagain atas dari
pintu masuk. Mirip dengan relief yang sering menghiasi bagian atas dari pintu
masuk candi. Ruangan ini sedikit lebih lebar dari sisi kiri. Pada dinding gua,
terdapat bagian yang menonjol dengan cerukan kecil dibagian bawahnya, membentuk
tungku. Sebatang dupa yang masih menyala nampak berada di dalam tungku
tersebut, menebarkan aroma menyengat yang memenuhi seluruh ruangan.
Relief-relief yang ada masih bisa terlihat cukup jelas untuk dinikmati.
Dari cerita yang beredar, Gua Selomangleng
dulu pernah digunakan oleh Dewi Kilisuci sebagai tempat pertapaan. Dewi
Kilisuci adalah putri mahkota Raja Erlangga yang menolak menerima tahta kerajaan
yang diwariskan kepadanya, dan lebih memilih menjauhkan diri dari kehidupan
dunia dengan cara melakukan tapabrata di Gua Selomangleng.
Terlepas dari gelap
dan pengapnya suasana dalam gua, objek wisata Gua Selomangleng patut dikunjungi
saat anda berada di Kediri. Tak jauh dari lokasi gua ini juga terdapat museum
Airlangga yang merupakan museum purbakala yang bisa dikunjungi dan banyak sekali
menyimpan benda-benda arkeologi berupa patung/arca. Dan sekarang, Goa
Selomangleng diberi fasilitas lain seperti kolam renang dengan aneka wahananya
dan juga arena bermain anak.
Selain mengunjungi
goa pengunjung juga dapat "sedikit" olahraga dengan naik ke Gunung Maskumambang yang hijau dan asri serta banyak
terdapat ayam hutan yang berada di samping Museum Airlangga. Untuk
naik gunung, pengunjung tidak berlu bersusah - susah karena telah dibangun
tangga untuk naik ke atas.
Atau pengunjung yang
ingin mencoba tantangan dapat naik ke atas Gunung Klothok yang dipuncaknya terdapat sumber mata
air yang bernama 'Elo'. Selain berwisata sejarah, pengunjung dapat berwisata
outbound, jadi badan bisa sehat dan wawasan akan sejarahpun bertambah.
Ancaman
Sampai sejauh ini
tidak ada upaya terencana dari instansi terkait untuk membuat situs
Selomangleng terpahami secara memadai oleh masyarakat yang berdiam di
sekitarnya (untuk kemudian memampukan mereka untuk melakukan pemeliharaan secara
signifikan). Perhatian yang ada hanya ala kadarnya saja. Dalam banyak hal yang
terjadi malah sebaliknya. Kawasan Selomangleng sekarang ini justru lebih
diriuhkan oleh berbagai macam kegiatan yang tidak hanya akan mengurangi respek
masyarakat terhadap keberadaan si situs, namun juga mengancam keaslian dan
keutuhannya. Keberadaan tempat hiburan (kolam renang, panggung hiburan dan
sejenisnya) yang dibangun secara permanen hanya beberapa belas meter dari
situs, beberapa patung yang lenyap dan ditambal secara serampangan dengan
menggunakan semen merupakan bukti nyata ancaman tersebut. Walaupun tidak jauh
dari lokasi tersebut berdiri museum, namun keberadaannya praktis tidak
menggetarkan siapapun. Praktis tidak ada aksi-aksi 'spektakuler' pihak
penanggung-jawab temuan arkeologis tersebut untuk membuat situs Selomangleng
lebih bermakna bagi masyarakat dan bangsa ini.
0 komentar :
Posting Komentar